Kesibukan yang Random Itu

Lama juga ya saya tidak up date postingan apapun di blog yang sudah banyak sarang laba-labanya ini. Biasalah alasannya klise, belum ada kesempatan yang pas buat up date blog. Di kantor pas kerjaan lagi ‘panen raya’, kalau pas sudah di rumah sudah malas buka laptop karena sudah keburu capek dan ngantuk. Belum lagi beberapa waktu lalu Alea sakit, jadi ya harus konsentrasi merawat dia sampai sembuh. Biasalah, kalau di daycare kan kalau sakit satu virusnya nular ke teman lainnya, tapi sekarang sih alhamdulillah sudah sehat, dan akhirnyahari ini bisa posting sesuatu.

Hari ini saya meliburkan diri, daycare-nya Alea kebetulan diliburkan karena hari ini bertepatan dengan demo 212 di Monas. Lebih ke tindakan preventif sih, dikhawatirkan terjadi kejadian seperti tanggal 4 November kemarin yang sempat rusuh. Untungnya saat itu eyangnya Alea masih di rumah, jadi Alea nggak ke daycare. Tapi hari ini, mau tidak mau saya harus meliburkan diri karena kalau pun saya bawa Alea ke kantor, dia tidak akan bisa istirahat dengan properly, saya pun bekerja juga nggak bakalan tenang karena harus membagi konsentrasi ke pekerjaan dan Alea yang pasti aktivitasnya bakal ada saja, tidak mau diam. Jadi kesibukan saya akhir-akhir ini selain kerja ya pastinya momong bocah karena eyangnya sudah kembali ke Surabaya, jadi Alea full sama saya.

Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, bulan-bulan terakhir menjelang akhir tahun adalah bulan-bulan sibuk. Terutama persiapan peringatan HUT Korpri yang tahun inindilalahsaya didapuk jadi koordinator peserta lomba menyanyi tunggal dan baca Pembukaan UUD 1945 di satuan kerja Sekretariat Kementerian dan Kedeputian.

Baca Pembukaan UUD 1945 sajapakai dilombakan? Iya, karena sebenarnya tidak mudah membaca Pembukaan UUD 1945 itu, kalau sekadar baca saja sih bisa kelarlah, tapi kalau membaca secara ‘benar’, lumayan ada tantangannya. Dulu ketika awal-awal menjadi petugas upacara, sayaspesialisasi pembaca Pembukaan UUD 1945. Sempat bosan sendiri, masa tiap kali tugas kok ya kebagianjadi pembaca UUD. Kenapa bukan jadi MC atau baca yang lain saja, selain UUD 1945. Tapi akhirnya saya malah menemukan keseruan tersendiri ketika bertugas sebagai pembaca UUD 1945, karena di sana saya bisa ‘mengolah’ intonasi dan memberi ‘jiwa’ di dalamnya. Alhamdulillah sih sejauh ini responnya positif dan katanya baru kali ini pembacaan Pembukaan UUD 1945 itu beneran disimak oleh peserta upacara, hahaha… ada-ada saja.

p_20161123_111029

Lomba baca Pembukaan UUD 1945 ini penyelenggaranya adalah Sekretariat Militer Presiden, lombanya pun dilakukan di sana. Setiap satuan kerja diperkenankan untuk mengirimkan maksimal 2 orang wakil peserta. Berhubung yang mendaftar ke saya lebih dari 2 orang, berarti saya harus melakukan seleksi internal meliputi baris berbaris, dan olah vokal. Tidak semua paham peraturan baris berbaris, tidak semua mampu mengolah vokal sehingga memunculkan suara yang terdengar ‘utuh’ dan ‘gagah’ ketika membaca Pembukaan UUD 1945. Singkat cerita, alhamdulillah salah satu peserta yang kami kirimkan meraih juara 3. Merupakan sebuah prestasi yang lumayan bagus, mengingat dia sama sekali belum pernah menjadi petugas upacara, dan butuh sedikit effortuntuk mengolah suaranya yang cenderung cempreng kalau sedang hilang fokus hingga jadi suara yang bulat dan ‘utuh’ :D.

Selesai mengoordinatori lomba pembacaan Pembukaan UUD 1945, lanjut ke lomba menyanyi tunggal. Ada sedikit ‘insiden’ di lomba ini. Setiap satuan kerja hanya diberi alokasi nomor peserta sebanyak 14 nomor, terdiri dari 7 nomor peserta lagu pop,dan 7 nomor peserta lagu dangdut. Sejak awal dibuka, animo peserta lomba menyanyi lagu pop lebih banyak dibandingkan dengan lagu dangdut yang hingga mendekati waktu lomba hanya ‘laku’ 1 nomor saja. Tapi ya sudahlah, daripada tidak ada sama sekali, kan?

Di detik-detik mendekati lomba di mulai, saya mulai mengabsen satu persatu calon peserta. Ternyata ada 1 peserta lagu pop yang hingga mendekati injury time baru kasih kabar kalau dia masih rapat di kementerian lain. Lah, kalau dadakan cari peserta kan agak susah ya, memangnya kita penjual tahu bulat? Setelah ditawarkan ke sana ke mari dan berbuah tidak ada yang berminat ikut lomba, akhirnya ya sudahlah saya akhirnya ikut lomba menggantikan peserta yang mengundurkan diri dadakan tadi. Padahal aslinya saya tidak mau ikut lomba, biar kasih kesempatan buat yang lain. Tapi ya dari pada nomornya mubadzir, akhirnya saya ikutan juga. Tanpa ada waktu latihan, tanpa persiapan apa-apa, saya download saja lagunya Sam Smith dari youtube, lanjut burn ke cd. Oh ya, di babak penyisihan ini para peserta menyanyikan lagu pilihan masing-masing dalam format minus one karaoke.

Saya menyanyi nyaris tanpa beban. Lolos syukur, nggak juga tidak apa-apa, namanya juga lomba menyanyi ala-ala. Walaupun tak dipungkiri saya sempat keder juga melihat kualitas vokal peserta lain yang luar biasa. Ndilalah, pas pengumuman kok saya dan rekan seperjuangan saya dari satuan kerja yang sama dinyatakan masuk final. Itu berarti kami akan tampil dengan iringan live band. Dari beberapa lagu pilihan yang sudah dipilih oleh panitia, saya memilih lagu Keliru, Ruth Sahanaya untuk dinyanyikan ketika final nanti. Bukan apa-apa, sepertinya hanya itu lagu yang paling sesuai dengan vokal saya yang pas-pasan ini dan kebetulan liriknya juga nggak ribet. Saya hanya sempat latihan sekali saja bersama band ketika pengambilan nada dasar, selebihnya hanya sempat mendengarkan lagi dalam perjalanan menuju kantor itu pun di hari H. Doh, Devi!

Ada yang lucu ketika final berlangsung. Ketika semua perwakilan didukung oleh suporter yang super heboh, beda dengan kami berdua yang nyaris tanpa suporter, hihihik. Bukan apa-apa, kebetulan, di hari yang sama dengan penyelenggaraan final lomba menyanyi itu biro saya juga ada gathering ke Puncak, jadilah para peserta gathering sudah sebagian berangkat ke Puncak, dan menyisakan beberapa orang saja yang kebetulan berhalangan ikut. Plus ternyata para penonton di situ tidak tahu mana peserta perwakilan dari Sekretariat Kementerian dan Kedeputian yang lolos masuk final. Kasian amat ya…. ;))

img_20161127_194213

Bagi yang berkenan melihat video lomba nyanyi ala-ala bisa dilihat di sini, pardon my ‘sember’ voicelho ya :D. Singkat cerita, alhamdulillah ada berkahnya juga ternyata, saya dinyatakan sebagai juara 2. Saya sudah siap mau pulang, karena sepertinya tipis harapan bakal menang, karena saya lihat ada peserta lain yang jauh lebih bagus ketimbang saya. Juara 3 saja saya lolos, nggak mungkinlah juara 2 apalagi juara 1, pikir saya. Tapi sekali lagi, rezeki tidak akan tertukar, mungkin tahun ini rezeki saya, ikut lomba nyanyi dadakan, dan jadi juara 2. Semoga jurinya sedang tidak khilaf, dan tidak salah hitung ya…

Kesibukan lainnya sih standar, memandu acara pelantikan pejabat Eselon II, III, dan IV di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara, dan sempat juga memandu acara ‘dadakan’ di Pengukuhan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian Sekretariat Negara yang bertepatan dengan peringatan HUT KORPRI Ke-45 yang jatuh pada tanggal 29 November 2016. Ya sebenarnya acaranya sendiri sih tidak dadakan, request ngemsinya yang dadakan. Sepertinya kita harus selalu siap untuk acara-acara dadakan deh. Eh, adakah yang ikut upacara di Monas? Saya sih kebagian sidak bersama teman-teman Biro SDM lainnya, hihihik. Ternyata sidak itu bikin gempor kaki ya 😐

Kesibukan berikutnya apa? Masih ada 2 agenda acara lainnya yang sedang menunggu di tanggal 4 Desember dan 6 Desember 2016. Tanggal 4 Desember 2016 saya akan memandu acara puncak HUT KORPRI ke-45 di lingkungan Kemensetneg dan Setkab, sedangkan tanggal 6 Desember 2016 saya dipercaya memandu acara kerja sama antara Dharma Wanita Persatuan Kementerian Sekretariat Negara, Komisi Pemberantasan Korupsi, Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ), dan The Australian Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dalam penyelenggaraan acara “Saya Perempuan Anti Korupsi”. Sebuah acara yang pernah saya ikuti juga beberapa waktu lalu di Hotel Sari Pan Pacific. Harapan saya selalu sama, semoga acara yang saya pandu semuanya berjalan lancar.

Hmm, sepertinya sih yang di depan mata baru 2 acara itu saja sih, entah ke depannya nanti ada acara apa lagi selain upacara dan pelantikan tentu saja.

Jadi, begitulah beberapa kesibukan saya beberapa waktu ini, mohon dimaklumi kalau jarang up date. Toh sepertinya kalau blog abal-abal ini banyak sarang laba-labanya juga kayanya sudah biasa ya, alasannya pun klasik dan klise, hihihik…

Selamat berakhir pekan, kawan! Have a good day!

 

-devieriana-

Status

Tentang Memandu Acara di Rumah Mantan Kepala Negara

20161217_225821

Pada suatu malam, ketika saya hampir lelap menemani Alea tidur, smartphone saya berbunyi. Dari layar terbaca nomor salah satu kepala bagian di Biro Umum.

“Ya, Pak…”
“Devi lagi di mana?”
“Di rumah, Pak. Mau kelonan sama Alea, hehehe. Kenapa, Pak? Ada yang bisa kubantu?”
“Ya ada dong. Masa saya nelepon kamu malam-malam nggak ada yang bisa kamu bantu, hehehe. Besok ngemsi di rumah Pak SBY, ya…”

Glek! Kantuk saya mendadak lenyap.

“Oh.. acara apaan, Pak?”
“Serah terima rumah dari negara ke mantan Presiden. Acaranya besok jam 09.00 di Mega Kuningan ya.”
“Rundown-nya, Pak?”
“Abis ini aku kirim. Ok, ya Dev. Jangan lupa lho ya, besok jam 9 pagi…”
“Ok, siap, Pak!”

Setelah telepon ditutup saya panik sendiri. Ini sudah hampir pukul 9 malam, dan dapat telepon mendadak untuk acara besok pagi yang pastinya bukan acara ‘biasa-biasa’ saja, dan tidak mungkin saya mengemsi tanpa persiapan matang, sekalipun acaranya semi formal.

Dari hasil koordinasi yang saya lakukan malam itu dengan 2 orang pejabat dari Biro Umum belum sepenuhnya fix karena mereka pun masih dalam koordinasi dengan Kepala Biro Umum dan keluarga Cikeas. Tapi dari gambaran rundown secara kasarannya sih memang acaranya memang tidak terlalu formal. Setidaknya saya masih ada gambaran bentuk acaranya seperti apa.

Serah terima rumah tersebut sedianya akan dilakukan langsung oleh Mensesneg, namun ternyata di hari yang sama ternyata Mensesneg berhalangan hadir karena di waktu yang sama juga harus mendampingi Presiden di acara lainnya, sehingga penyerahan kunci dan berkas-berkas lainnya diwakili oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Bapak Setya Utama.

Selama ini saya lebih banyak dipercaya untuk memandu acara-acara di kantor; seperti pelantikan, acara-acara sosialisasi, focus group discussion, hari ulang tahun KORPRI, dan sesekali memandu acara di luar kantor secara freelance. Jadi, meskipun saya bekerja di lingkungan yang sangat dekat dengan istana, dan sekalipun Sekretariat Presiden itu berada di bawah koordinasi Kementerian Sekretariat Negara, tapi berhubung saya bukan ditempatkan di lingkungan Sekretariat Presiden jelas perintah untuk memandu acara di rumah Pak SBY ini menjadi pengalaman pertama bagi saya.

Keesokan harinya, tanggal 26 Oktober 2016, saya berangkat bersama teman-teman Biro Umum. Alhamdulillah, jalanan menuju ke arah Mega Kuningan tidak terlalu padat, mungkin karena kami berangkat dari jalanan yang berlawanan arah dengan jalur kemacetan.

Tak lama, kami pun sampai di Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan; tepat di belakang Kedutaan Besar Qatar. Dari jauh nampak sebuah rumah megah bergaya modern kontemporer. Terdiri dari bangunan dua lantai, dindingnya berwarna kombinasi cokelat tua, krem dan hitam. Sebuah tiang bendera beserta bendera merah putih berkibar di depan rumah tersebut. Rumah tersebut sekilas sudah rapi, walaupun masih perlu finishing touch di sana sini. Tampak beberapa mobil sudah berjajar rapi. Sepertinya memang beberapa tamu dan undangan sudah ada yang hadir lebih dulu. Sementara tuan rumah, Bapak SBY beserta keluarga masih dalam perjalanan dari Cikeas menuju Jakarta.

Sesampai di tempat acara saya langsung mencari lokasi tempat acara akan berlangsung, sengaja tidak banyak berkeliling dan foto sebagaimana yang dilakukan rekan-rekan yang lain. Selain memang agak ramai, saya prefer menyiapkan diri saja. Ya kan saya belum tahu medannya bagaimana, hadirinnya seperti apa, dan acaranya nanti berjalan seperti apa. Masa ya mau pecicilan duluan, segala sudut difotoin. Oke, ini pasti pencitraan, sok nggak mau foto-foto. Padahal aslinya gatel pengen pepotoan. Ya, kan? Nganu, saya mengandalkan fotografernya Bapak aja. Masa iya sih MC-nya nggak difoto, hihihik.

Tak lama, saya melihat rombongan keluarga Bapak SBY memasuki halaman dan mulai menyalami satu persatu tamu yang hadir, termasuk saya. Oh, ikut disalami ya? Ya iya tho ya, kan saya ada di situ, dekat sama mikropon. Masa iya saya dianggap tumpeng?

20161217_225951

Sekitar pukul 10 acara baru dimulai karena masih harus menunggu Mas Agus sekeluarga hadir di acara tersebut. Mas Agus, Mbak Anissa, dan Aira langsung bergabung dengan kami setelah ngobrol beberapa jenak dengan para tamu dan undangan yang hadir.

Acara pun dimulai. Saya memandu acara seperti biasa saya memandu acara di kantor. Walaupun kali ini ditambah dengan sedikit efek deg-degannya, alhamdulillah semua berjalan lancar hingga akhir acara; potong tumpeng, dan ramah tamah (menikmati hidangan bersama-sama). Dari acara ini harapan saya sederhana saja, semoga saya tidak mengecewakan ya, Pak/Bu.

Sungguh sebuah kehormatan bagi saya yang (jujur) level ngemsinya masih abal-abal ini dipercaya untuk memandu acara di kediaman seorang mantan presiden. Semoga acara ini menjadisalah satu pemacu semangat saya untuk bisa lebih meningkatkan kompetensi, profesionalisme, dan kemampuan saya di dalam hal memandu acara ya, aamiin…

 
-devieriana-

foto: pribadi

Status

Mendadak MC Wedding

mc wedding

Jadi ceritanya, kemarin, tanggal 12 April 2015 yang lalu saya mendapatkan ‘kehormatan’ untuk memandu acara wedding putri salah satu Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara yang diselenggarakan kemarin di Jakarta International EXPO Kemayoran, Jakarta. Padahal sebelumnya, saya dan seorang teman di-plot sebagai penerima tamu. Tapi entah bagaimana ceritanya, saya yang awalnya cuma jadi penerima tamu mendadak diubah perannya jadi MC. Lah 😮

Memang ini bukan tugas pertama menjadi MC (baik MC protokoler, MC umum, maupun MC wedding), tapi perubahan tugas yang agak ‘jauh’ itu yang bikin saya sedikit gedubragan. Kebaya yang tidak saya desain secara ‘grande‘ supaya lebih ‘terlihat’ di atas panggung membuat saya sedikit kelimpungan. Tapi ya sudahlah, mau bagaimana lagi, mengingat hari H sudah tinggal hitungan hari. Inilah moment di mana saya akan menggunakan modal nekat saja.

Di acara technical meeting terakhir yang merupakan koordinasi final H-3 saya baru dipertemukan dengan calon MC pasangan saya yang berasal dari vendor entertainment. Koordinasi dengan partner MC berlangsung secara singkat seusai technical meeting dan itu hanya berlangsung selama 10 menit sebelum saya kembali ke kantor. What? Koordinasi acara cuma 10 menit. Iya, cuma sempat berkenalan, bertukar nomor handphone dan alamat email saja. Selanjutnya, koordinasi berlangsung secara maya via email dan whatsap.

Kalau dibilang event besar ya lumayanlah. Terkesan ‘besar’ karena sejak awal diinformasikan oleh pihak keluarga, bahwa ada beberapa undangan VVIP dan VIP yang akan datang. Termasuk di dalamnya adalah Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa menteri era Kabinet Kerja, serta beberapa mantan pejabat era Kabinet Indonesia Bersatu, termasuk Presiden keenam beserta Wakil Presiden.

Akhirnya, hari yang ditunggu itu pun tiba. Saya selesai make up dan hairdo dari salon sekitar pukul 08.00 wib. Tanpa berlama-lama saya langsung capcus dari rumah di Mampang menuju ke Auditorium Semeru, Jakarta International Expo saat itu juga, karena kami harus mengadakan gladi bersih pada pukul 09.00 wib. Untunglah kondisi jalanan sedang bersahabat. Saya tiba di JIExpo tepat pukul 09.00 wib, berarti saya hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk sampai di tempat acara. Setelah touch up sedikit dan membaca cue card yang telah dibuat dengan rapi oleh partner MC saya, Ade Indrawan, kami segera melakukan gladi bersih.

Menangani sebuah acara wedding tentu sangat berbeda dengan menangani acara pelantikan. Ya iyalah! Kalau acara pelantikan semuanya sudah jelas tahapan-tahapannya, susunan kalimatnya pun sudah template. Sedangkan acara wedding, kita yang harus menyesuaikan diri, melakukan koordinasi, dan tentu saja berimprovisasi.

Jadi dejavu dengan wedding saya sendiri 8 tahun yang lalu. Bedanya, resepsi pernikahan saya tidak dilakukan di hall sebesar ini, tamunya pun cuma setengahnya saja, dan saya pakai jasa wedding organizer untuk mengatur acara pernikahan saya. Iya, saya memang orang yang tidak mau terlalu ribet dengan segala pernak-pernik berkaitan dengan pernikahan saya. Mengingat pada waktu itu saya bekerja di kantor yang liburnya diatur dengan jadwal tertentu, plus saya dan calon suami saya waktu itu tinggal di kota yang berbeda; saya di Surabaya, calon suami berdomisili di Jakarta. Sehingga pasti saya yang akan lebih banyak ribet karena perhelatan akan dilakukan di Surabaya.

Enaknya pakai jasa wedding organizer itu kita tinggal bayar-bayar doang. Saya cuma ribet di bagian baju pengantin (karena saya maunya pakai baju desain saya sendiri), memilih model cincin kawin, dan beli seserahan. Sudah, selebihnya serahkan saja pada wedding organizer. Kalaupun memang kita ingin pakai vendor di luar yang sudah disediakan oleh wedding organizer ya silakan saja, karena namanya selera kan tidak bisa dipaksakan. Tapi selama 3x orangtua saya menyelenggarakan resepsi pernikahan, alhamdulillah ketiga-tiganya berjalan lancar tanpa ribet yang berlebihan dengan bantuan jasa wedding organizer.

Kembali lagi ke acara wedding kemarin. Kebetulan acara wedding yang saya pandu ini tidak menggunakan jasa wedding organizer. Jadi semua ditangani sendiri oleh keluarga calon mempelai. Resepsi ini adalah perpaduan antara pernikahan adat Batak dan internasional. Tapi tentu saja saya bersama partner MC saya bukan yang kebagian memandu acara adatlah, secara kami berdua bukan orang Batak. Ya, baru kali ini saya melihat prosesi Mangulosi. Ternyata kalau diperhatikan, hampir semua prosesi adat pernikahan itu sama saja. Sama-sama punya prosesi yang panjang, rumit, dan penuh makna filosofi. Berhubung saya hanya didapuk sebagai MC resepsi saja jadi saya tidak sempat menyaksikan seluruh prosesi pernikahan adat yang telah mereka lakukan di hari sebelumnya.

Alhamdulillah seluruh acara berjalan lancar. Mulai Mangulosi, pemotongan wedding cake, wedding feed oleh kedua pengantin kepada pasangan dan kepada kedua pasang orangtua, penuangan champagne ke dalam susunan gelas-gelas, hingga wedding toast, semuanya berjalan lancar. Telinga kami pun dimanjakan oleh lagu-lagu Top 40 yang dikemas secara akustik dengan kualitas yang superb! Kami juga sempat dibuat tercengang dengan suara emas salah satu anggota keluarga yang kalau secara fisik beliau sudah sepuh, tapi suaranya… luar biasa! Semua tamu yang hadir langsung memberikan tepuk tangan yang meriah ketika beliau melantunkan suara emasnya. Lagu yang dibawakan pun bukan lagu-lagu lawas seperti yang kami sangka sebelumnya, tapi salah satu lagu romantis dari Yovie Nuno, yaitu Janji Suci. Itulah manusia, kadang kita terlalu terburu-buru underestimate ketika melihat ‘kulit luar’ seseorang, ya 🙂

Btw, bicara soal per-MC-an, mungkin benar pepatah yang mengatakan, “buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya”. Kalau saya mewarisi bakat menari saya dari Mama, untuk MC saya mewarisinya dari Papa. Kebetulan Papa memang seorang MC wedding adat Jawa. Tanpa saya sengaja, ternyata setelah sekian puluh tahun kemudian, akhirnya saya meneruskan jejak Papa sebagai seorang pemandu acara. Baru sadar, ternyata menjadi seorang pemandu acara itu… menyenangkan! Halah, telat! 😆

Jadi, kalau kebetulan lagi khilaf dan mau mengajak saya kerja sama, monggo lho ya… 😆
*benerin sasakan*

 

[devieriana]

Mendadak MC Wedding