Lomba karaoke itu…

Jadi ceritanya begini, dalam menyambut ulang tahun KORPRI yang jatuh setiap tanggal 29 November ini, sejak beberapa minggu yang lalu kantor saya sudah menyelenggarakan berbagai perlombaan yang bisa diikuti oleh seluruh pegawai di lingkungan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Ya selain buat seru-seruan juga agar lebih mempererat tali persaudaraan di antarkaryawan.

Di suatu siang, pas saya mau ke kantin, berpapasanlah saya dengan salah satu panitia lomba yang tanpa tedeng aling-aling langsung menodong saya untuk ikut lomba karaoke. Hah? Lomba karaoke? Demi apa saya diminta ikut lomba karaoke? Lha, wong ngomong aja saya fals, kok malah disuruh nyanyi, wah… penghinaan tingkat internasional ini. Kalaupun iya saya sering nyanyi-nyanyi sendiri itu juga cuma sebatas teritorial kamar mandi, pantry, ruang makan, dan sekitarnya. Tentu saja tawaran ajaib itu tidak saya iyakan saat itu juga. Saya butuh waktu untuk berpikir. Ya, setidaknya untuk shalat istikharahlah…[-o<

Sampai akhirnya menjelang injury time, tiba-tiba si pak panitia itu beneran mendaftarkan saya untuk mewakili Setneg bersama 3 orang teman lainnya. Bayangkan ya, Kak… mewakili Setneg! Saya waktu itu beneran mikir, “ini emang udah kepepet banget dan nggak ada talent lain, ya? :-?” Tapi akhirnya ya sudahlah, demi memeriahkan acara, akhirnya… dengan kekuatan bulan dan suara ala kadarnya ini saya ikut lomba karaoke! m/

Hari yang mendebarkan itu pun tiba. Selasa kemarin (27/11) pukul 08.00 saya sudah nangkring dengan manis di ruang karaoke yang terletak di basement dengan memakai PSL (Pakaian Sipil Lengkap atau setelan jas resmi). Bukan, bukan sengaja saya mau tampil formal, tapi karena pukul 10-nya saya harus bertugas di acara pelantikan di Gedung Utama, jadi daripada saya terburu-buru mending siap-siap duluan. Ternyata, di ruang karaoke itu sudah penuh dengan calon peserta dan calon suporter masing-masing peserta. Padahal acaranya saja belum dimulai. Ih, pada kerajinan banget, ya?

Di ruangan yang superdingin itu saya merasakan nervous yang luar biasa. Memang sih ini bukan lomba pertama yang pernah saya ikuti, pun halnya lomba menyanyi. Dulu waktu kelas 4 SD saya pernah saya ikut lomba menyanyi di PORSENI tingkat kabupaten Malang, tapi ya sudah berapa puluh tahun yang lalu kali, dan nggak menang pula. Jadi kalau sekarang diminta untuk ikut lomba menyanyi lagi kok semacam agak-agak trauma, ya.

Sebelum acara dimulai saya sudah lebih dulu minta izin ke panitia untuk bertugas di pelantikan. Kebetulan saya dapat nomor undian 14, jadi tampilnya masih agak nantilah. Untungnya diizinkan. Selesai acara pelantikan saya langsung menuju ke basement, dan langsung shock ketika melihat ruang karaoke itu sudah penuh sesak dengan penonton dan calon peserta. Hwaa, tubuh saya seketika panas dingin, semacam demam panggung. Kok ndilalah pas peserta yang akan tampil itu sudah nomor 13 aja, nah lho.. berarti kan sebentar lagi giliran saya? :-<.Buru-buru saya ke bagian sound system untuk menyerahkan CS karaoke. Waduh, mati’! CD-nya nggak bisa terbaca, semacam unrecognized format gitu, padahal sebelum ke basement saya cek di komputer baik-baik saja #-o. Mulai paniklah saya! Saya pun kembali minta izin ke panitia untuk memperbaiki CD karaoke saya dulu ke lantai atas. Dengan bantuan salah satu teman di ruangan untuk meng-convert ke format yang seharusnya akhirnya CD karaoke saya pun bisa berjalan sebagaimana mestinya. Pffiuh! #:-s

Setelah urusan per-CD-an selesai, saya pun tampil di di depan puluhan pasang mata dan 3 orang dewan juri yang siap menilai kemampuan menyanyi saya yang amat sangat di bawah standar nasional Indonesia itu. Pokoknya jangan ditanya seberapa nervous saya waktu itu. Asli, gugup banget! Saya menyanyikan 2 lagu, 1 lagu wajib berjudul Pelan-Pelan Saja (Kotak Band), dan 1 lagu pilihan Somewhere Over The Rainbow (Katharine McPhee). Untuk lagu kedua itu sempat membuat penonton yang awalnya riuh menjadi lebih riuh lagi, karena mereka bilang lagu saya nggak terkenal, dan nggak berbahasa Indonesia jadi mereka nggak bisa ikut nyanyi ;)) Hmm.., kayanya salah pilih lagu nih. Tapi ya sudahlah nyanyi aja, lha wong sudah terlanjur didaftarkan ke panitia.

Pengumuman pemenang pun tiba, dan keajaiban pun terjadi. Dari 20 sekian peserta, saya dinyatakan masuk final dan harus menyiapkan 1 lagu pilihan untuk dibawakan waktu final nanti. LHAH? MASUK FINAL?! *kamera zoom in, zoom out* Wah, pasti telah terjadi konspirasi antarjuri nih. Masa suara ngepres begini masuk final? Saya yakin jurinya khilaf atau ada faktor kasihan 😕 *curiga*. Akhirnya, setelah cap-cip-cup belalang kuncup dan memohon petunjuk Allah SWT akhirnya pilihan saya jatuh pada lagu paling galau abad ini: Butiran Debu! :-”

Waktu pun bergulir semakin sore dan semakin mendekati jam pulang kantor. Aha! Akhirnya satu persatu penonton yang tadinya memadati ruang karaoke itu pun pulang, karena sebagian besar ikut bus jemputan yang jamnya sangat  tepat waktu. Pffiuh, sedikit lega, setidaknya rasa gugup saya bisa sedikit berkurang karena yang menonton sudah nggak ada:D/. Kalau melihat penampilan 9 peserta lainnya sih sepertinya kecil harapan saya untuk masuk dalam deretan pemenang, bahkan untuk gelar “Juara Tanpa Harapan” sekalipun. Jiper itu pasti, karena yang masuk final kualitas vokalnya rata-rata sudah seperti penyanyi beneran.

Di saat saya mulai tenang karena sudah banyak yang pulang, lha kok tepat saat saya mau tampil, Pak Kepala Biro dan beberapa pimpinan lainnya  justru hadir dan duduk anteng untuk melihat saya menyanyi #-o.Karena sungkan ditonton si Bapak, saya maksimalkan suara pas-pasan saya itu dan memberi tampilan yang sebaik-baiknya. Untunglah sampai dengan akhir lagu bisa saya selesaikan dengan selamat tanpa lemparan sepatu dan botol akua. Tinggal menunggu pengumuman saja nih. Niat saya ikut lomba sih memang cuma untuk memeriahkan, jadi ya jujur saya nggak berharap banyak. Kalau pun jadi pemenang Harapan 3 pun sudah alhamdulillah banget, selebihnya sih tanpa harapan. *galau*

Pengumuman pemenang satu persatu mulai dibacakan, dimulai dari pemenang Harapan 3 ke atas. Mendengar bukan nama saya yang disebut sebagai Juara Harapan 3, saya sudah legowo, berarti memang belum rezeki saya. Dengan santai saya mengetikkan beberapa nama pemenang di smartphone saya; semacam laporan pandangan mata ke teman kantor. Sampai akhirnya tiba-tiba nama saya dipanggil sebagai pemenang ketiga! HAH? JUARA 3? 😮 *kepsloknya seketika langsung hang* Bengong lama… Jurinya khilaf lagi, nih? Tapi khilaf kok terus? Kalau tadi di babak penyisihan juri khilaf memasukkan nama saya sebagai finalis sih saya masih memaklumi. Tapi kalau sampai menyatakan nama saya keluar sebagai Juara 3 sih khilafnya sudah luar binasa. Hmmm…  😕

Eh, tapi serius nih saya menang? Yaaay!<:-P:D/

Hari Selasa kemarin menjadi sebuah pengalaman baru buat saya, terutama dalam bidang menyanyi. Suara yang jauh dari sempurna itu ternyata membawa hoki juga, hihihihi… Kemenangan yang aneh ini semakin membulatkan tekad saya untuk lebih rajin lagi… berkaraoke! ;))

Hmm, ngomong-ngomong tentang lomba, tahun depan bakal ikut lomba apa lagi, ya? Mewarnai, mungkin? :-??

 

[devieriana]

 

foto: dokumentasi pribadi

 

Lomba karaoke itu…

Kompasianival 2012

Jumat sore kemarin (16/11) Mas Bukik mem-bbm saya, meminta tolong untuk hadir mewakili Indonesia Bercerita menerima penghargaan dari Kompasiana di hari Sabtu (17/11). Acara yang bertajuk Kompasianival 2012 ini merupakan rangkaian acara ulang tahun Kompasiana yang ke-4, yang tahun ini diadakan di Skeeno Hall – Gandaria City lantai 3.

Saya berangkat dari rumah sekitar pukul 18.00, sampai di sana sekitar pukul 19.00. Baru saja saya mendaratkan kaki memasuki ruangan yang penuh dengan booth-booth komunitas itu kok ya tepat pas acara pengumuman pemenang :D/. Jadi semacam baru bangun tidur; nyawa belum genap, sudah diminta untuk berbaris ;)). Tapi bagus juga sih, jadi saya kan nggak perlu menunggu terlalu lama untuk menerima penghargaan itu. Bukan apa-apa, soalnya di sana nggak ada yang saya kenal; saya juga tidak bersama kru sekomunitas karena kebetulan masing-masing sudah punya acara di waktu yang sama. Jadi ya sudahlah, yang penting saya hadir untuk menerima penghargaan :D.

Sekadar laporan pandangan mata, Skeeno Hall sebagai tempat perhelatan acara Kompasianival kalau saya perhatikan sepertinya kurang dimanfaatkan secara maksimal, karena terlihat banyak space yang kosong. Entah karena jumlah booth komunitas peserta yang ikut tidak terlalu banyak, atau memang sengaja dibuat seperti itu. Humm, kalau menurut saya suasana di dalam Skeeno Hall juga kurang catchy, (cmiiw) sepertinya lebih banyak didominasi dengan warna hitam, ya? Semoga cuma mata saya aja yang siwer, ya. Dalam ekspektasi saya sepanjang perjalanan menuju ke lokasi acara, saya akan berada dalam sebuah suasana yang heboh layaknya sebuah event bertemakan karnaval. Tapi ketika sampai di sana ternyata nggak seheboh yang ada dalam bayangan saya. Ok, berarti sayanya yang lebay kali, ya? Tapi saya yakin panitia sudah bekerja dengan heboh dan berusaha mati-matian menyelenggarakan acara ini kok ya… 😉

Tentang apa dan bagaimana kriteria secara khusus sehingga 10 komunitas ini dianggap sebagai “Komunitas Paling Berjasa di Media Sosial” dan berhak mendapatkan plakat dan uang tunai sebesar satu juta rupiah (dipotong pajak) ini saya kurang jelas (karena bukan panitia, hehe..). Yang pasti ada 10 komunitas yang berhak meneriman penghargaan itu, beberapa diantaranya ada Coin A Chance, Save Street Child, Ayah ASI, dan Indonesia Bercerita m/ :D/

Anyway, selamat ulang tahun buat Kompasiana, semoga semakin hore dan sukses selalu. Terima kasih kepada Kompasianival yang telah memberikan penghargaan kepada komunitas kami, Indonesia Bercerita. Semoga api kecil yang kami sebarkan melalui mendongeng ini tidak akan berhenti sampai di sini saja, namun akan menjadi nyala yang lebih besar lagi, dan semoga akan ada banyak lagi orang yang terinspirasi untuk memiliki semangat yang sama; mendidik dan membangun karakter anak bangsa melalui dongeng m/.

Buat Indonesia Bercerita, selamat ya… :-* >:D<

 

[devieriana]

 

foto: dokumentasi pribadi

Kompasianival 2012

"Dear Transjakarta…"

 

Hari Selasa kemarin, di tengah mood swing dan ke-cranky-an akibat PMS, ternyata masih harus ditambah dengan kejengkelan dan keletihan luar biasa akibat menunggu bus Transjakarta selama kurang lebih 2 jam ~X(. Saya keluar kantor sekitar pukul 16.00 wib. Dengan semangat ’45 karena ingin segera sampai di umah untuk istirahat ditambah langit yang sudah gelap saya maka pun bergegas menuju ke halte Harmoni, halte busway terdekat dengan kantor saya. Ketika tiba di halte, kondisi antrean penumpang masih berjumlah 6 orang, tapi semakin sore semakin bertambah, dan makin mengular.

Biasanya sih saya naik Transjakarta yang ke arah Blok M, tapi sejak jurusan Ragunan-Kota dibuka saya pun memilih jurusan ini karena lebih praktis, tinggal sekali kali naik saja dan langsung turun di halte Duren Tiga. Memang pintu antrean ini tidak selalu dibuka, ada kalanya mas-mas petugas Transjakarta sengaja menutup pintu antrean yang ke arah Ragunan ini sambil menginfokan kalau armadanya bakal lama, sehingga calon penumpang bisa memilih antrean jurusan lainnya.

Tapi tidak dengan hari Selasa kemarin, pintu antrean untuk jurusan ini sengaja dibuka, dan ternyata kami harus menunggu selama kurang lebih 2 jam hingga bus yang ke arah Ragunan itu datang :-w. Mau ganti naik transportasi lainnya kok ya sudah keburu males, belum lagi di luar halte hujan mengguyur dengan deras, jadi ya sudahlah ya, hampir semua calon penumpang yang terlantar ini sepertinya berpikiran sama, memilih pasrah menunggu bus dengan kondisi kaki pegal-pegal :((.

Gusar itu pasti, apalagi melihat yang ke arah Blok M lebih sering dan lebih banyak yang lewat ketimbang bus ke arah Ragunan yang mungkin hanya Tuhan dan supir Transjakarta saja yang tahu kapan dia bakal lewat. Nah, kenapa nggak pindah ke antrean yang ke arah Blok M saja? Ada sih yang memilih pindah antrean ke jurusan Blok M, tapi sepertinya sebagian besar masih berharap bus yang ke arah Ragunan segera datang sehingga kita nggak perlu ribet gonta-ganti bus. Tetep keukeuh, ya… m/

Kedongkolan kami ternyata masih harus ditambah ketika melihat salah satu petugas Transjakarta menjawab pertanyaan kami dengan kata-kata yang kurang simpatik. Waktu itu kami bertanya, “Mas, busnya ada nggak sih? Kira-kira datangnya jam berapa? Udah 2 jam nih! :|”  Mas-mas yang tidak diketahui namanya itu pun menjawab pertanyaan kami dengan songongnya, “Ibu jangan tanya sama saya dong! Tanya tuh  sama petugas yang di sono, sama di sono! Saya nggak tahu apa-apa!”  Oh, ok, kalau Mas nggak tahu apa-apa, trus Mas ngapain sok sibuk semprat-semprit sana sini, sok sibuk ngatur bus yang datang? Tupoksinya Mas di situ ngapain aja, sih? Kenapa nggak helpful sedikit, bantu carikan info kek, atau kasih alasan apa kek yang sekiranya bisa menenangkan hati calon penumpangnya. Kalau melihat attitude petugas  yang kaya begitu jadi curiga, jangan-jangan manajemen bus Transjakarta memang tidak pernah menyelenggarakan training soft skills buat pegawai-pegawainya, ya? 😕

Akhirnya bus yang kami tunggu-tunggu pun tiba. Jangan ditanya bagaimana beringasnya kami ketika naik bus. Saling dorong, saling seruduk, saling berebut tempat duduk. Bahkan teriakan mas guide, “biasa aja dong naiknya, nggak usah berebutan!” tidak kami hiraukan lagi. Yang penting sudah di dalam bus, capcus! Bus pun melaju dengan kecepatan sedang karena hujan dan jalanan yang macet. Ternyata penumpukan penumpang bukan hanya di halte Harmoni saja, tapi di halte-halte pemberhentian lainnya pun juga. Kebanyakan mereka mengeluh sudah 2 jam menunggu dan ketika bus datang pun mereka masih dipaksa harus menunggu lagi, karena bus kami sudah terlalu penuh.

Perjalanan terasa sangat lambat karena sudah semakin malam sehingga otomatis jalanan juga sudah semakin padat karena sudah jam pulang kantor, ditambah hujan pula. Perfect!

Puncak kegusaran hampir semua penumpang di dalam bus itu terjadi ketika bus yang kami tumpangi itu harus berhenti total selama kurang lebih 30 menit di daerah Dukuh Atas.  Tidak ada seorang polisi atau petugas dari Transjakarta pun yang terlihat membantu mengatur kendaraan yang melintas di daerah itu. Biasanya sih ada satu petugas dari Transjakarta yang membantu bus untuk mendapatkan prioritas jalan untuk menyeberang. Tapi tidak dengan sore itu, bus benar-benar stuck di tengah jalan, kalaupun bisa bergerak paling jaraknya tidak sampai satu meter. Sementara di dalam bus penumpang sudah saling celometan mengomentari pengemudi yang kurang cekatan, kurang sigap, kurang punya inisiatif untuk mengambil sela, dll. “Haduh, sudah dong, please… kalau kalian ngerasa lebih bisa mengemudi ya sudah ambil alih, gih :|” batin saya. Bukan bermaksud membela si pengemudi, tapi ya sudahlah, kita ada di kondisi yang sama, capek, ngantuk, gusar, tapi nggak perlulah menambah panas suasana dengan saling celometan kaya gitu! #-o

Dalam hati saya masih bersyukur karena masih kebagian tempat duduk. Penumpang-penumpang yang berdiri di depan dekat bangku pengemudi rupanya sudah tidak kuat berdiri, sebagian memilih untuk lesehan, duduk di bawah. Mereka sudah tidak peduli lagi apakah lantai busnya bersih/tidak, mereka sudah terlalu lelah untuk berdiri. Kalau dihitung-hitung total waktu yang saya perlukan untuk menempuh perjalanan dari Harmoni ke Mampang kurang lebih 1.5 jam, Sodara! Berasa rumah saya di sekitaran Bogor, ya?

Sekedar saran buat manajemen BLU Transjakarta, kalau memang rute Ragunan-Kota ini tidak sepenuhnya available, ketimbang pelayanannya setengah hati kenapa rutenya nggak ditutup aja sekalian? Kalau memang masih ingin membuka rute ini tapi armadanya terbatas, kenapa tidak dibuat saja jadwal seperti shuttle bus? Misalnya bus hanya beroperasi di antara jam sekian sampai jam sekian. Jadi kalau ada yang ingin menggunakan jasa layanan rute Ragunan-Kota bisa menyesuaikan di antara jam yang sudah diinfokan, di luar jam itu ya biarkan mereka mencari alat transportasi/jurusan alternatif. Atau kalau memang armada yang ke arah Ragunan memang terbatas, kenapa tidak dicarikan armada cadangan atau setidaknya kami diberikan update. Toh pihak manajemen pasti tahu jam berapa saja lonjakan penumpang itu terjadi, kan? Last but not least, khusus untuk petugas support (atau apapunlah istilahnya) mohon lebih sopan kepada penumpang, bukan menjawab dengan teriakan dan emosi yang seperti kemarin.

Saya tahu ini memang postingan ini sedikit nyinyir, tapi semoga bisa menjadi masukan buat manajemen BLU Transjakarta.

[devieriana]

 

 

ilustrasi dipinjam dari blog ini

 

"Dear Transjakarta…"

“Dear Transjakarta…”

 

Hari Selasa kemarin, di tengah mood swing dan ke-cranky-an akibat PMS, ternyata masih harus ditambah dengan kejengkelan dan keletihan luar biasa akibat menunggu bus Transjakarta selama kurang lebih 2 jam ~X(. Saya keluar kantor sekitar pukul 16.00 wib. Dengan semangat ’45 karena ingin segera sampai di umah untuk istirahat ditambah langit yang sudah gelap saya maka pun bergegas menuju ke halte Harmoni, halte busway terdekat dengan kantor saya. Ketika tiba di halte, kondisi antrean penumpang masih berjumlah 6 orang, tapi semakin sore semakin bertambah, dan makin mengular.

Biasanya sih saya naik Transjakarta yang ke arah Blok M, tapi sejak jurusan Ragunan-Kota dibuka saya pun memilih jurusan ini karena lebih praktis, tinggal sekali kali naik saja dan langsung turun di halte Duren Tiga. Memang pintu antrean ini tidak selalu dibuka, ada kalanya mas-mas petugas Transjakarta sengaja menutup pintu antrean yang ke arah Ragunan ini sambil menginfokan kalau armadanya bakal lama, sehingga calon penumpang bisa memilih antrean jurusan lainnya.

Tapi tidak dengan hari Selasa kemarin, pintu antrean untuk jurusan ini sengaja dibuka, dan ternyata kami harus menunggu selama kurang lebih 2 jam hingga bus yang ke arah Ragunan itu datang :-w. Mau ganti naik transportasi lainnya kok ya sudah keburu males, belum lagi di luar halte hujan mengguyur dengan deras, jadi ya sudahlah ya, hampir semua calon penumpang yang terlantar ini sepertinya berpikiran sama, memilih pasrah menunggu bus dengan kondisi kaki pegal-pegal :((.

Gusar itu pasti, apalagi melihat yang ke arah Blok M lebih sering dan lebih banyak yang lewat ketimbang bus ke arah Ragunan yang mungkin hanya Tuhan dan supir Transjakarta saja yang tahu kapan dia bakal lewat. Nah, kenapa nggak pindah ke antrean yang ke arah Blok M saja? Ada sih yang memilih pindah antrean ke jurusan Blok M, tapi sepertinya sebagian besar masih berharap bus yang ke arah Ragunan segera datang sehingga kita nggak perlu ribet gonta-ganti bus. Tetep keukeuh, ya… m/

Kedongkolan kami ternyata masih harus ditambah ketika melihat salah satu petugas Transjakarta menjawab pertanyaan kami dengan kata-kata yang kurang simpatik. Waktu itu kami bertanya, “Mas, busnya ada nggak sih? Kira-kira datangnya jam berapa? Udah 2 jam nih! :|”  Mas-mas yang tidak diketahui namanya itu pun menjawab pertanyaan kami dengan songongnya, “Ibu jangan tanya sama saya dong! Tanya tuh  sama petugas yang di sono, sama di sono! Saya nggak tahu apa-apa!”  Oh, ok, kalau Mas nggak tahu apa-apa, trus Mas ngapain sok sibuk semprat-semprit sana sini, sok sibuk ngatur bus yang datang? Tupoksinya Mas di situ ngapain aja, sih? Kenapa nggak helpful sedikit, bantu carikan info kek, atau kasih alasan apa kek yang sekiranya bisa menenangkan hati calon penumpangnya. Kalau melihat attitude petugas  yang kaya begitu jadi curiga, jangan-jangan manajemen bus Transjakarta memang tidak pernah menyelenggarakan training soft skills buat pegawai-pegawainya, ya? 😕

Akhirnya bus yang kami tunggu-tunggu pun tiba. Jangan ditanya bagaimana beringasnya kami ketika naik bus. Saling dorong, saling seruduk, saling berebut tempat duduk. Bahkan teriakan mas guide, “biasa aja dong naiknya, nggak usah berebutan!” tidak kami hiraukan lagi. Yang penting sudah di dalam bus, capcus! Bus pun melaju dengan kecepatan sedang karena hujan dan jalanan yang macet. Ternyata penumpukan penumpang bukan hanya di halte Harmoni saja, tapi di halte-halte pemberhentian lainnya pun juga. Kebanyakan mereka mengeluh sudah 2 jam menunggu dan ketika bus datang pun mereka masih dipaksa harus menunggu lagi, karena bus kami sudah terlalu penuh.

Perjalanan terasa sangat lambat karena sudah semakin malam sehingga otomatis jalanan juga sudah semakin padat karena sudah jam pulang kantor, ditambah hujan pula. Perfect!

Puncak kegusaran hampir semua penumpang di dalam bus itu terjadi ketika bus yang kami tumpangi itu harus berhenti total selama kurang lebih 30 menit di daerah Dukuh Atas.  Tidak ada seorang polisi atau petugas dari Transjakarta pun yang terlihat membantu mengatur kendaraan yang melintas di daerah itu. Biasanya sih ada satu petugas dari Transjakarta yang membantu bus untuk mendapatkan prioritas jalan untuk menyeberang. Tapi tidak dengan sore itu, bus benar-benar stuck di tengah jalan, kalaupun bisa bergerak paling jaraknya tidak sampai satu meter. Sementara di dalam bus penumpang sudah saling celometan mengomentari pengemudi yang kurang cekatan, kurang sigap, kurang punya inisiatif untuk mengambil sela, dll. “Haduh, sudah dong, please… kalau kalian ngerasa lebih bisa mengemudi ya sudah ambil alih, gih :|” batin saya. Bukan bermaksud membela si pengemudi, tapi ya sudahlah, kita ada di kondisi yang sama, capek, ngantuk, gusar, tapi nggak perlulah menambah panas suasana dengan saling celometan kaya gitu! #-o

Dalam hati saya masih bersyukur karena masih kebagian tempat duduk. Penumpang-penumpang yang berdiri di depan dekat bangku pengemudi rupanya sudah tidak kuat berdiri, sebagian memilih untuk lesehan, duduk di bawah. Mereka sudah tidak peduli lagi apakah lantai busnya bersih/tidak, mereka sudah terlalu lelah untuk berdiri. Kalau dihitung-hitung total waktu yang saya perlukan untuk menempuh perjalanan dari Harmoni ke Mampang kurang lebih 1.5 jam, Sodara! Berasa rumah saya di sekitaran Bogor, ya?

Sekedar saran buat manajemen BLU Transjakarta, kalau memang rute Ragunan-Kota ini tidak sepenuhnya available, ketimbang pelayanannya setengah hati kenapa rutenya nggak ditutup aja sekalian? Kalau memang masih ingin membuka rute ini tapi armadanya terbatas, kenapa tidak dibuat saja jadwal seperti shuttle bus? Misalnya bus hanya beroperasi di antara jam sekian sampai jam sekian. Jadi kalau ada yang ingin menggunakan jasa layanan rute Ragunan-Kota bisa menyesuaikan di antara jam yang sudah diinfokan, di luar jam itu ya biarkan mereka mencari alat transportasi/jurusan alternatif. Atau kalau memang armada yang ke arah Ragunan memang terbatas, kenapa tidak dicarikan armada cadangan atau setidaknya kami diberikan update. Toh pihak manajemen pasti tahu jam berapa saja lonjakan penumpang itu terjadi, kan? Last but not least, khusus untuk petugas support (atau apapunlah istilahnya) mohon lebih sopan kepada penumpang, bukan menjawab dengan teriakan dan emosi yang seperti kemarin.

Saya tahu ini memang postingan ini sedikit nyinyir, tapi semoga bisa menjadi masukan buat manajemen BLU Transjakarta.

[devieriana]

 

 

ilustrasi dipinjam dari blog ini

 

“Dear Transjakarta…”

"Please DO NOT ban yourself!"

 Kalau ditanya kebodohan paling epic apa yang pernah kamu lakukan? Saya akan menjawab dengan lantang: “ngeban diri sendiri di blog!” m/

Iya, ceritanya kemarin saya ngeronda di blog. Blog saya ini nggak tahu gimana awalnya kok bisa sampai banyak banget spamnya. Nah, biar nggak terlalu banyak spam yang masuk salah satunya ya saya harus rajin-rajin nengokin, dan nge-block-in IP-IP yang mencurigakan dan berpotensi spamming.

Kamis malam kemarin pas saya lagi semangat-semangatnya mantau aktivitas dan statistik di blog saya, nggak tahu saya lagi mikir apa waktu itu , tiba-tiba pas lihat ada satu IP yang mencurigakan dan dia lumayan banyak melakukan aktivitas di blog, langsung deh saya banned tanpa ba-bi-bu. Sukurin! >:p

Tapi sejurus kemudian gantian saya bengong, masih nggak ngeh gitu. Kok saya dapat notifikasi segede gaban obesitas di layar laptop saya begini, ya?

“Sorry, for security reason and prevent any spamming action to this blog, your IP xxx.xxx.xx.xx have been blocked permanently from this blog, please try again later or please contact our admin xxxxxxx@xxxxx.com – Thank You”

WHAT? Saya terblokir di blog saya sendiri? Trus saya diminta untuk menghubungi diri saya sendiri untuk di-open blokir? Lah, ini gimana ceritanya, sih? Wah, rese, jangan-jangan ada yang sengaja ngerjain, nih! 😐 Dalam hati saya mulai ngomel-ngomel dan panik. Sempat mau hubungi teman yang biasa bantu-bantu saya manage blog (kalau pas lagi ada trouble) buat open blokir.

Tapi sejurus kemudian tiba-tiba saya mulai ngeh dan cekikikan sendiri. Ya Allah, kebodohan apa yang telah saya perbuat malam Jumat ini… *tepok jidatnya Syahrini*. Akhirnya, dengan cekikikan saya pun login ke blog via smartphone dan membuka blokir blog saya sendiri. Yaaay! Berhasil! Berhasil! Berhasil! :D/=D>

Lha iya, padahal dulu si teman saya ini pernah bilang ke saya begini lho:

Teman: “kamu sering-sering tengokin tuh blog kamu. Kalau ada IP-IP yang mencurigakan kamu langsung blokir aja…”

Saya: “iyaaaa…”

Teman: “tapi ingat, jangan sampai ngeblokir IP kamu sendiri :p”

Saya: “haiyah, ya enggaklah… kan di atas Ban Options itu tertera IP kita berapa, host name-nya apa, dll-nya. Trus lagian kan juga ada tulisannya: “Please DO NOT ban yourself” ;))”

Teman: “yap, pinter! :-bd”

Ealah, ternyata malam kemarin saya melakukan apa yang sudah diwanti-wanti sama si teman, padahal dulu saya ngotot nggak bakal ngeban diri sendiri. Ampuni aku, Ya Allah…. [-o<

Ih, ini mah namanya kualat, Kak! 😐

[devieriana]

 

ilustrasi dipinjam dari sini

"Please DO NOT ban yourself!"